Di balik riuh rendah Jalan Irigasi Johar, Karawang, tersembunyi sebuah 'pusat gravitasi' kuliner yang berhasil meruntuhkan sekat-sekat profesi. Bukan kafe mewah, melainkan gerobak sederhana Ketoprak Mas Apud, tempat di mana bumbu kacang menjadi bahasa persatuan. Di bawah naungan terpal Mas Apud, tersaji pemandangan unik: seorang pengacara yang melepas jasnya, seorang wiraswasta yang menanggalkan kesibukan, dan seorang aktivis yang sejenak melupakan oratorinya—semua hanyut dalam kelezatan sepiring ketoprak. Bagi Wira (28), sang pengacara muda, Ketoprak Mas Apud adalah eskapisme yang jujur. "Setelah berdebat sengit di pengadilan, lidah saya butuh kejujuran rasa. Bumbu kacang Mas Apud itu kental, medok, dan gurihnya tidak dibuat-buat. Ini adalah kualitas 'bintang lima' Karawang yang bisa saya nikmati tanpa perlu pencitraan." Wira percaya, konsistensi rasa Mas Apud adalah cerminan ketulusan yang ia rindukan. Jajang (35), wiraswasta distribusi, melihat Ketoprak Mas Apud sebagai suntikan energi yang tak ternilai. "Kami para pebisnis butuh amunisi yang cepat dan kuat. Porsi Mas Apud itu pas, dan rasanya langsung nendang! Begitu gigitan pertama, semua penat dan hitungan untung-rugi hilang. Ini adalah ritual pengisian ulang tenaga di tengah kompetisi bisnis yang keras."